Breaking News

Eksplorasi di Xinjiang Islamic Institute: Kebebasan Beragama dan HAM


InternasionalBerita - Ketika saya tiba di gerbang Xinjiang Islamic Institute di Urumqi, Xinjiang, China, saya disambut oleh senyum hangat Imam Abdurraqib Turmuniyaz. Kesannya, sekolah ini tidak seperti sekolah biasa. Arsitektur modern dengan sentuhan Islami memberikan kesan yang menarik sejak pandangan pertama.

Xinjiang Islamic Institute, berlokasi sekitar 35-40 menit dari pusat kota Urumqi, didirikan untuk mendidik anak laki-laki Muslim di Xinjiang tentang agama Islam. Saat pertama kali menginjakkan kaki di sekolah ini, saya tidak hanya terkesan dengan arsitektur modernnya, tetapi juga dengan atmosfer yang tenang dan tertib.

Sekolah ini memiliki 8 cabang di seluruh wilayah Xinjiang, termasuk di Hotan, Aksu, dan Kashgar, dengan total 3 ribu siswa. Namun, selama beberapa tahun terakhir, sekolah-sekolah semacam ini telah menjadi pusat kontroversi internasional.

  1. Fasilitas dan Suasana Pembelajaran

Saya diajak berkeliling Xinjiang Islamic Institute, melihat ruang kelas, kantin yang luas, serta fasilitas umum lainnya. Para murid terlihat sedang fokus belajar di dalam kelas-kelas mereka. Turmuniyaz menjelaskan bahwa mereka tidak hanya diajarkan agama Islam, tetapi juga sejarah, budaya, dan bahasa Arab. Para murid belajar tentang sejarah China, Undang-Undang Dasar Nasional, dan bagaimana Islam berkembang di China.

Meskipun mayoritas materi diajarkan dalam bahasa Mandarin, Bahasa Arab juga ditekankan. Di samping papan tulis, terdapat wadah ponsel tempat para murid meletakkan ponsel mereka selama proses belajar. Fasilitas sekolah ini lengkap, termasuk kantin, masjid, perpustakaan, dan gym.

Turmuniyaz menjelaskan bahwa saat ini sekolah ini hanya menerima murid laki-laki. Namun, alasan di balik kebijakan ini tidak dijelaskan secara rinci. Namun demikian, ketika saya mengunjungi kelas-kelas mereka, saya melihat berbagai wajah Muslim Uighur yang khas.

  1. Biaya dan Fasilitas Tambahan

Turmuniyaz menjelaskan bahwa sekolah ini tidak memungut biaya dari muridnya. Makanan disediakan gratis tiga kali sehari, dan fasilitas seperti tempat wudhu, kamar mandi, dan toilet tersedia dengan baik. Perpustakaan sekolah ini sangat besar dan lengkap, bahkan dilengkapi dengan ruang komputer dan akses internet.

Menariknya, Turmuniyaz menyebutkan bahwa Michelle Bachelet, Komisioner Tinggi PBB untuk HAM, pernah mengunjungi sekolah ini. Hal ini menunjukkan bahwa tuduhan negara-negara Barat terhadap sekolah-sekolah semacam ini mungkin tidak sepenuhnya benar.

Baca Juga : Peringatan Perjalanan Korea Selatan ke Iran: Tanggapan Terhadap Ketegangan di Timur Tengah

  1. Konteks Terorisme di Xinjiang

Beberapa tahun yang lalu, Xinjiang telah menjadi sasaran serangan terorisme yang mengakibatkan kekhawatiran internasional. Pada tahun 2014, serangan penusukan di stasiun kereta di Kunming, dan serangkaian peristiwa pengeboman di berbagai tempat di Xinjiang, memicu kekhawatiran akan keamanan di wilayah ini.

Sebagai respons, pemerintah China membangun kamp-kamp pelatihan vokasi untuk mengatasi radikalisme dan ekstremisme. Namun, langkah ini menuai kritik dari negara-negara Barat yang menduga bahwa kamp-kamp tersebut digunakan untuk melanggar HAM.

  1. Keanekaragaman Etnis di Xinjiang

Xinjiang adalah rumah bagi berbagai etnis minoritas, termasuk Uighur dan Hui. Etnis Uighur merupakan etnis mayoritas di wilayah ini, sementara Hui tinggal di daerah Xingxia. China memiliki sekitar 300 ribu masjid, dengan sebagian besar berada di Xinjiang.

Kunjungan saya ke Xinjiang Islamic Institute memberikan wawasan yang berharga tentang realitas kompleks di Xinjiang. Meskipun terdapat tuduhan-tuduhan negatif terhadap China, terutama terkait dengan hak asasi manusia, pengalaman saya di sekolah ini menunjukkan bahwa situasinya mungkin lebih kompleks daripada yang disampaikan oleh media Barat. Cari tahu juga informasi menarik dan terupdate lainnya di Portal Siang

© Copyright 2022 - INTERNASIONAL BERITA - BERITA MASA TERKINI