InternasionalBerita - Kontroversi seputar Israel dan Palestina terus memunculkan perdebatan tentang apakah Israel menerapkan kebijakan apartheid terhadap warga Palestina. Kebijakan ini dianggap sebagai bentuk penindasan sistematis yang melanggar hak asasi manusia. Di bawah ini akan diuraikan enam bukti yang mendukung klaim bahwa Israel menerapkan apartheid di Palestina, menurut laporan dari berbagai sumber seperti Amnesty International dan Human Rights Watch.
1. Segregasi, Perampasan, dan Eksklusi
Menurut laporan Amnesty International, kebijakan Israel di wilayah yang didudukinya menunjukkan praktik apartheid yang jelas. Warga Palestina, baik di Israel maupun di wilayah pendudukan, dihadapkan pada lebih dari 65 undang-undang diskriminatif. Ini termasuk praktik segregasi, perampasan tanah, dan eksklusi dari berbagai hak dan layanan.
Adalah, sebuah kelompok hukum hak asasi manusia di Israel, mencatat bahwa kebijakan tersebut secara langsung melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia dan merampas hak-hak dasar warga Palestina.
2. Gagalnya Perjanjian Perdamaian Oslo
Meskipun telah ada upaya perdamaian, seperti Perjanjian Oslo pada tahun 1993, Israel masih menduduki Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Perjanjian tersebut seharusnya membawa pada penarikan Israel dari wilayah tersebut dan pembentukan Otoritas Palestina sebagai langkah sementara menuju kemerdekaan Palestina.
Namun, tidak ada kemajuan yang signifikan dalam proses perdamaian. Israel terus melakukan ekspansi permukiman di Tepi Barat, yang bertentangan dengan semangat perjanjian tersebut.
3. Blokade terhadap Gaza
Meskipun secara teknis menarik diri dari Gaza pada tahun 2005, Israel menerapkan blokade darat, udara, dan laut terhadap wilayah tersebut sejak tahun 2007. Hal ini telah menciptakan kondisi yang sulit bagi warga Gaza, dengan keterbatasan akses terhadap sumber daya dasar dan kebutuhan humaniter.
PBB dan berbagai organisasi internasional telah menyebut situasi di Gaza sebagai "wilayah pendudukan" karena kendali Israel yang masih kuat terhadap wilayah tersebut.
4. Pembatasan Pergerakan Warga Palestina
Di bawah rezim izin Israel, warga Palestina di Tepi Barat dan Gaza menghadapi kendala besar dalam pergerakan mereka. Pos pemeriksaan dan patroli militer yang tersebar di seluruh wilayah tersebut membuat akses ke layanan penting, seperti rumah sakit dan sekolah, menjadi sulit.
Ketika mereka mencoba untuk melakukan perjalanan, warga Palestina sering kali mengalami kekerasan dan pelecehan oleh pasukan Israel atau pemukim yang didukung oleh Israel.
Baca Juga : Mengenang Pahlawan: Kisah Aaron Bushnell, Pilot Militer AS yang Berkorban untuk Palestina
5. Ekspansi Permukiman Ilegal
Israel terus membangun permukiman ilegal di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, yang bertentangan dengan hukum internasional. Permukiman ini sering kali mengakibatkan pengusiran paksa warga Palestina dari tanah mereka sendiri, dengan pemukim yang menggunakan kekerasan dan intimidasi.
Meskipun ada tekanan internasional untuk menghentikan pembangunan permukiman, pemerintah Israel terus mendukung ekspansi ini dengan memberikan insentif finansial kepada pemukim.
6. Tembok Pemisah yang Membelah Palestina
Pada tahun 2002, Israel membangun tembok pemisah sepanjang 708 kilometer di Tepi Barat. Meskipun alasan resminya adalah untuk melindungi dari serangan teroris, tembok ini sebagian besar melintasi wilayah Palestina, memisahkan warga Palestina dari tanah mereka sendiri.
Meskipun Mahkamah Internasional telah menyatakan tembok ini melanggar hukum internasional, Israel terus mempertahankannya. Hal ini menciptakan kondisi yang sulit bagi warga Palestina yang terisolasi dari sumber daya dan layanan yang penting.
Dengan mempertimbangkan bukti-bukti ini, klaim bahwa Israel menerapkan kebijakan apartheid terhadap warga Palestina tidak bisa diabaikan. Langkah-langkah seperti segregasi, pembatasan pergerakan, dan eksklusi dari hak-hak dasar menunjukkan pola penindasan sistematis yang mengingatkan pada rezim apartheid di Afrika Selatan.
Social Header