InternasionalBerita - Apollo Quiboloy, pendiri gereja Kingdom of Jesus Christ (KOJC) di Filipina, telah ditangkap setelah buron selama dua minggu. Penangkapan Quiboloy terjadi pada Minggu, 8 September 2024, di kompleks gerejanya yang terletak di Kota Davao, Filipina selatan. Quiboloy, yang dikenal karena klaim kontroversialnya sebagai "pemilik alam semesta" dan "putra Tuhan yang ditunjuk," kini menghadapi tuduhan serius terkait perdagangan manusia dan kejahatan seksual. Kasus ini tidak hanya menarik perhatian nasional tetapi juga internasional, dengan FBI juga menginginkan Quiboloy atas tuduhan serupa di Amerika Serikat (AS).
Penangkapan Setelah Ultimatum: Pengejaran yang Berakhir
Menurut laporan dari The Guardian, penangkapan Quiboloy terjadi setelah kepolisian Filipina memberikan ultimatum selama 24 jam untuk menyerahkan diri. Juru bicara kepolisian, Jean Fajardo, mengungkapkan kepada wartawan bahwa Quiboloy ditangkap di dalam kompleks KOJC yang luasnya mencapai 30 hektare. Fajardo menyebutkan bahwa kepolisian memberikan ultimatum untuk menyerah dan mengancam akan menyerbu bangunan tertentu yang sebelumnya tidak dapat diakses.
Kepolisian Nasional Filipina, yang mengerahkan sekitar 2.000 personel dalam operasi ini, berhasil melakukan penangkapan secara damai setelah peringatan tersebut. Setelah ditangkap, Quiboloy dan empat terdakwa lainnya langsung diterbangkan ke ibu kota Filipina dengan pesawat C-130 Angkatan Udara Filipina dan kemudian ditahan di markas kepolisian nasional.
Tuduhan Serius: Perdagangan Manusia dan Eksploitasi Seksual
Quiboloy kini menghadapi tuduhan serius baik di Filipina maupun di AS. Di Filipina, dia dituduh terlibat dalam perdagangan manusia dan kejahatan seksual. Di sisi lain, FBI juga menuntut Quiboloy atas tuduhan perdagangan seks anak dan orang dewasa. Berdasarkan dokumen pengadilan AS, Quiboloy dan komplotannya diduga merekrut wanita dan anak perempuan mulai usia 12 tahun untuk menjadi asisten pribadi atau pastoralnya. Washington Post melaporkan bahwa para korban ini diduga dipaksa melakukan tugas malam dengan Quiboloy selama lebih dari 15 tahun, dari tahun 2002 hingga 2018.
Tuduhan ini mencakup pengancaman dan manipulasi mental, di mana para korban diyakinkan bahwa ketaatan kepada Quiboloy adalah kehendak Tuhan. Mereka diyakinkan bahwa tugas malam dianggap sebagai hak istimewa dan jalan menuju keselamatan. Meski demikian, Quiboloy dan pengacaranya dengan tegas membantah semua tuduhan tersebut, menyebutnya sebagai rekayasa oleh kritikus dan mantan anggota gereja yang tidak puas.
Reaksi Politik: Kontroversi dan Bentrokan
Penangkapan Quiboloy memicu reaksi yang kuat dari kalangan politik. Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, yang dikenal memiliki hubungan dekat dengan Quiboloy, mengkritik keras operasi penangkapan tersebut. Duterte menyatakan bahwa anggota KOJC telah menjadi korban pelecehan politik, penganiayaan, kekerasan, dan penyalahgunaan wewenang. Kritikan Duterte ini menunjukkan adanya ketegangan politik terkait penangkapan Quiboloy.
Putri Duterte, Sara Duterte, yang juga menjabat sebagai Wakil Presiden Filipina, bahkan menyebut penggeledahan sebagai penyalahgunaan kekuasaan polisi. Dia meminta maaf kepada anggota KOJC atas kejadian tersebut. Selama proses penangkapan, terjadi bentrokan antara pendukung Quiboloy dan aparat kepolisian. Beberapa polisi dilaporkan terluka akibat serangan oleh seorang anggota gereja yang menggunakan batu dan pisau dapur sepanjang 30 sentimeter.
Baca Juga : Pengaruh Perdamaian Selat Taiwan terhadap Stabilitas dan Ekonomi Indo-Pasifik
Tindakan Departemen Kesejahteraan Sosial dan Tanggapan Publik
Departemen Kesejahteraan Sosial Filipina menyatakan bahwa kasus Quiboloy menekankan pentingnya misi mereka dalam melindungi kaum rentan. Mereka juga mengklaim telah menyelamatkan dua korban perdagangan manusia dari kompleks KOJC selama penggeledahan. Penangkapan Quiboloy ini memperlihatkan tantangan serius dalam penegakan hukum terkait kejahatan perdagangan manusia dan eksploitasi seksual di Filipina.
Menariknya, setelah penangkapan Quiboloy diumumkan, stasiun televisi SMNI milik sekte Quiboloy mengunggah gambar anggotanya yang memeluk petugas polisi berseragam di halaman Facebook mereka. Ini menunjukkan bagaimana peristiwa tersebut tidak hanya mempengaruhi aspek hukum tetapi juga memicu reaksi publik yang beragam.
Kesimpulan: Tantangan Hukum dan Sosial
Kasus Apollo Quiboloy menggambarkan tantangan besar dalam penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia. Tuduhan perdagangan manusia dan kejahatan seksual yang dihadapinya menyoroti pentingnya tindakan tegas terhadap pelaku kejahatan tersebut. Penangkapan Quiboloy juga menunjukkan kompleksitas politik dan sosial yang terlibat dalam kasus-kasus besar yang melibatkan tokoh kontroversial.
Dari perspektif hukum, kasus ini menegaskan perlunya sistem peradilan yang efektif dan transparan untuk menangani tuduhan serius seperti perdagangan manusia. Di sisi sosial, peristiwa ini menggambarkan dampak yang dapat terjadi ketika organisasi besar dan tokoh publik terlibat dalam kejahatan berat.
Sebagai langkah berikutnya, penting untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan adil dan transparan, serta memberikan perhatian khusus kepada korban yang telah terpengaruh. Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya komitmen global dalam memerangi perdagangan manusia dan melindungi hak-hak dasar individu. Cari tahu juga informasi menarik dan terupdate lainnya di Liputan FYP
Social Header