Breaking News

Penangkapan Direktur Lokataru Foundation dalam Demonstrasi RUU Pilkada

 


InternasionalBerita - Pada Kamis, 23 Agustus 2024, Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, mengalami penangkapan saat mengikuti demonstrasi penolakan revisi Undang-Undang Pilkada (RUU Pilkada) di depan Gedung DPR RI. Penangkapan ini memicu berbagai reaksi dan tuduhan, dengan isu yang berkembang terkait perlakuan yang diterima oleh Delpedro serta respons dari berbagai pihak. Berikut adalah rincian dan tanggapan terkait kejadian tersebut.

Penangkapan Delpedro Marhaen

Penangkapan Delpedro Marhaen, yang merupakan Direktur Lokataru Foundation, terjadi di tengah aksi protes besar terhadap revisi RUU Pilkada. Laporan mengenai penangkapan ini diunggah melalui akun Instagram resmi Lokataru, yang menginformasikan bahwa hingga saat ini, Delpedro masih berada dalam tahanan polisi dan keberadaannya belum dapat dipastikan.

Haris Azhar, pendiri sekaligus mantan Direktur Lokataru Foundation, mengonfirmasi penangkapan tersebut. "Benar bahwa Delpedro ditangkap," ujar Haris pada Jumat, 23 Agustus 2024. Namun, ia belum bisa memberikan kepastian mengenai lokasi penahanan Delpedro saat ini. "Kemungkinan besar, Delpedro berada di Mapolda Metro Jaya," tambah Haris, menyebutkan bahwa Delpedro semalam dipindahkan dari Gedung DPR ke Polda Metro Jaya.

Dugaan Penganiayaan dan Upaya Advokasi

Melalui unggahan di Instagram, Lokataru menunjukkan gambar yang memperlihatkan mata sebelah kiri Delpedro yang tampak membengkak. Hal ini menimbulkan dugaan adanya penganiayaan oleh pihak kepolisian. Haris Azhar mengungkapkan bahwa setelah penangkapan, tim advokasi mereka telah berupaya menghubungi pihak kepolisian dan melakukan advokasi.

"Sampai kemarin sore, tim Advokasi untuk Demokrasi sudah berusaha menghubungi polisi dan melakukan upaya hukum," ujar Haris. Sementara itu, akun Instagram Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengabarkan bahwa Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) telah mencoba mendatangi Polda Metro Jaya untuk memberikan bantuan hukum kepada para demonstran yang ditangkap, termasuk Delpedro. Namun, pada pukul 22.45 WIB, tim tersebut mengalami kesulitan untuk memberikan bantuan hukum dan sempat berdebat dengan pihak Polda Metro Jaya.

YLBHI menekankan pentingnya akses bantuan hukum dan mendesak Kapolri, Listyo Sigit Prabowo, untuk memastikan bahwa anggotanya mengikuti aturan hukum yang berlaku dan memberikan akses bantuan hukum kepada massa aksi.

Penangkapan Massal dan Tanggapan Komnas HAM

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turut menyoroti penangkapan tersebut, mengungkapkan bahwa setidaknya ada 159 demonstran yang ditangkap oleh Polda Metro Jaya saat aksi penolakan RUU Pilkada berlangsung. Komnas HAM menyayangkan tindakan penangkapan ini dan mendesak aparat penegak hukum untuk segera membebaskan para peserta aksi.

"Komnas HAM menyesalkan penangkapan terhadap 159 peserta aksi dan mendesak agar mereka segera dibebaskan," ujar Uli Parulian Sihombing, Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM. Komnas HAM berharap agar penyelenggara negara dan aparat dapat memastikan bahwa aksi massa di masa depan berjalan dengan kondusif, serta menekankan pentingnya penghormatan terhadap kebebasan berpendapat sebagai bagian dari prinsip-prinsip hak asasi manusia.

Bantahan dari Polda Metro Jaya

Di sisi lain, Polda Metro Jaya memberikan tanggapan berbeda terkait penangkapan tersebut. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, menyatakan bahwa tidak ada pengunjuk rasa yang diamankan pada Kamis malam. "Tidak ada yang diamankan," kata Ade Ary Syam Indradi kepada wartawan di Komplek DPR.

Menanggapi klaim bahwa ada 26 demonstran yang diamankan, Ade Ary menyatakan bahwa pihaknya perlu memastikan informasi tersebut terlebih dahulu. "Kami pastikan lagi, kami belum mendapatkan informasi tersebut. Situasi masih terkendali," ujar Ade Ary.

Baca Juga : Telkom dan PINS Mempercepat Transformasi IKN dengan Pendirian Smart Pole Pertama

Penangkapan Delpedro Marhaen dan sejumlah demonstran lainnya dalam aksi penolakan revisi RUU Pilkada telah menimbulkan berbagai reaksi dan kontroversi. Dugaan adanya penganiayaan dan kesulitan dalam mendapatkan akses bantuan hukum menambah kompleksitas situasi ini. Komnas HAM dan berbagai lembaga advokasi menuntut agar hak-hak peserta aksi dihormati, sementara pihak kepolisian membantah adanya penangkapan terhadap pengunjuk rasa.

Kejadian ini mencerminkan ketegangan yang sering terjadi dalam situasi demonstrasi, di mana berbagai pihak memiliki pandangan dan kepentingan yang berbeda. Penting bagi semua pihak untuk memastikan bahwa hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat dihormati dalam setiap tindakan yang diambil. Cari tahu juga informasi menarik dan terupdate lainnya di Ruang Viral


© Copyright 2022 - INTERNASIONAL BERITA - BERITA MASA TERKINI