InternasionalBerita - Kasus kematian tragis dokter Aulia, yang diduga mengakhiri hidupnya akibat perundungan di lingkungan pendidikan dokter spesialis, telah membuka tabir kelam mengenai praktik bullying dalam dunia medis di Indonesia. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kini tengah menghadapi gelombang laporan terkait perundungan yang diterima sejak pertengahan tahun lalu. Dalam sebuah pengumuman terbaru, Kemenkes menyatakan bahwa mereka telah memberikan sanksi berat kepada 39 dokter yang terbukti terlibat dalam perundungan. Mari kita telusuri lebih dalam mengenai kasus ini, langkah-langkah yang diambil Kemenkes, dan dampak dari keputusan tersebut.
Fenomena Bullying di Dunia Medis
Kasus perundungan di lingkungan pendidikan dokter spesialis bukanlah isu baru, namun tragedi yang menimpa dokter Aulia memberikan sorotan baru terhadap masalah ini. Juru Bicara Kementerian Kesehatan, M. Syahril, mengungkapkan bahwa sejak Juli 2023 hingga 9 Agustus 2024, Kemenkes telah menerima 356 laporan terkait perundungan. Laporan-laporan tersebut terbagi menjadi 211 laporan dari rumah sakit vertikal dan 145 laporan dari luar rumah sakit vertikal. Angka yang cukup signifikan ini menunjukkan betapa luasnya permasalahan bullying yang terjadi dalam sistem pendidikan medis di Indonesia.
Syahril mengungkapkan bahwa laporan-laporan tersebut dikirimkan melalui website resmi perundungan.kemkes.go.id. Dari jumlah tersebut, 39 kasus telah diinvestigasi dan pelakunya mendapatkan sanksi tegas. “Kami berkomitmen untuk menindaklanjuti setiap laporan dengan serius dan memberikan sanksi yang sesuai bagi pelaku perundungan,” ujar Syahril dalam keterangannya pada 20 Agustus 2024.
Jenis-Jenis Perundungan yang Ditemui
Perundungan di dunia medis bisa berupa berbagai bentuk, mulai dari perundungan non-fisik hingga intimidasi verbal. Syahril menjelaskan bahwa jenis perundungan yang dilaporkan meliputi perundungan non-fisik seperti perundungan non-verbal, jam kerja yang tidak wajar, dan pemberian tugas yang tidak relevan dengan pendidikan medis. Selain itu, intimidasi verbal juga sering menjadi bagian dari laporan perundungan.
Dari 156 kasus yang telah diselidiki, 39 di antaranya melibatkan peserta didik (residen) maupun dokter pengajar (konsulen) yang telah diberikan sanksi. Investigasi ini merupakan bagian dari upaya Kemenkes untuk membersihkan praktik-praktik buruk yang merugikan peserta didik dan menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih sehat.
Langkah Kemenkes dalam Menanggapi Kasus Bullying
Kementerian Kesehatan tidak hanya memberikan sanksi bagi pelaku bullying, tetapi juga berkomitmen untuk menangani laporan perundungan di luar rumah sakit vertikal. Syahril menyatakan bahwa untuk 145 laporan yang berasal dari luar rumah sakit vertikal, laporan-laporan tersebut telah dikembalikan ke instansi terkait untuk ditindaklanjuti. “Kami akan terus menindak tegas setiap pelaku bullying dan mencatat nama-nama mereka di SISDMK (Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Kesehatan) sebagai pelaku perundungan,” tegasnya.
Jenis-Jenis Sanksi yang Diberlakukan
Sanksi terhadap pelaku bullying diatur dalam Instruksi Menteri Kesehatan Nomor HK.02.01/Menkes/1512/2023. Instruksi ini mengklasifikasikan sanksi dalam tiga kategori: ringan, sedang, dan berat. Untuk pelaku bullying, sanksi ringan berupa teguran tertulis, sanksi sedang berupa skorsing selama tiga bulan, dan sanksi berat berupa penurunan pangkat satu tingkat, pembebasan dari jabatan, dan/atau pemberhentian sebagai pegawai rumah sakit.
Bagi tenaga pendidik dan pegawai lainnya, sanksi diberikan dalam bentuk teguran tertulis untuk sanksi ringan, skorsing selama tiga bulan untuk sanksi sedang, dan penurunan pangkat atau pemberhentian untuk sanksi berat. Sementara bagi peserta didik, sanksi ringan berupa teguran lisan dan tertulis, sanksi sedang berupa skorsing paling sedikit tiga bulan, dan sanksi berat berupa pengembalian peserta didik kepada penyelenggara pendidikan atau dikeluarkan sebagai peserta didik.
Upaya Pencegahan dan Dukungan Kesehatan Jiwa
Depresi dan gangguan kejiwaan adalah isu serius yang harus dihadapi dengan pendekatan yang tepat. Kementerian Kesehatan menyarankan agar individu yang merasakan kecenderungan untuk bunuh diri atau melihat orang lain dengan gejala serupa segera mencari bantuan dari profesional kesehatan jiwa. Meskipun layanan hotline pencegahan bunuh diri di Indonesia pernah ada namun telah ditutup, Kemenkes mendorong masyarakat untuk menghubungi layanan kesehatan jiwa di Puskesmas atau rumah sakit terdekat.
Kementerian Kesehatan RI juga telah menyiagakan lima rumah sakit jiwa rujukan yang menyediakan layanan telepon konseling kesehatan jiwa, yaitu:
- RSJ Amino Gondohutomo Semarang: (024) 6722565
- RSJ Marzoeki Mahdi Bogor: (0251) 8324024, 8324025
- RSJ Soeharto Heerdjan Jakarta: (021) 5682841
- RSJ Prof Dr Soerojo Magelang: (0293) 363601
- RSJ Radjiman Wediodiningrat Malang: (0341) 423444
Selain itu, beberapa komunitas di Indonesia juga menyediakan layanan konseling sebaya dan support group online sebagai alternatif dukungan kesehatan jiwa. Ini adalah langkah penting untuk membantu individu yang mengalami masalah kejiwaan dan memberikan jejaring dukungan yang dibutuhkan.
Baca Juga : Nama Wishnutama Muncul Sebagai Calon Duta Besar RI di AS
Kasus perundungan yang terjadi di lingkungan pendidikan medis menjadi pengingat penting akan perlunya perubahan dalam sistem pendidikan dan dukungan kesehatan mental. Kementerian Kesehatan, melalui berbagai langkah dan sanksi tegas, berupaya untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi peserta didik dan tenaga medis. Dengan adanya sanksi dan upaya pencegahan yang semakin ketat, diharapkan kasus-kasus serupa tidak terulang di masa depan. Seluruh pihak diharapkan untuk berperan aktif dalam menangani dan mencegah perundungan serta mendukung kesehatan jiwa di lingkungan kerja dan pendidikan. Cari tahu juga informasi menarik dan terupdate lainnya di Warkop Senja
Social Header